Judul: Kokokan Mencari Arumbawangi
Penulis: Cyntha Hariadi
Editor: Mirna Yulistianti
Sampul: Roy Wisnu
Ilustrasi: Rassi Narika
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Juli 2020, cetakan pertama
Tebal: x + 338 hlm.
ISBN: 9786020640259
Gara-gara punya anak laki-laki yang cengeng, Nanamama jadi pengen punya anak lagi buat jadi adik Kakaputu. Tapi sayangnya Nanamama sudah enggak bersuami. Tapi harapannya terkabul berkat burung Kokokan yang singgah di desa dan meletakkan seorang anak perempuan di kebun bawang. Anak perempuan ini kemudian diberi nama Arumbawangi.
Karena datang bukan dari rahim melainkan dibawa oleh burung Kokokan, Arumbawangi sering dianggap petaka dan kutukan oleh warga desa. Bahkan sempat ada ide agar Arumbawangi dikeluarkan dari desa. Namun karena Kakaputu sudah sayang, Nanamama memutuskan keukeuh membesarkannya. Warga pun makin tidak suka dengan keluarga Nanamama, apalagi dulu Nanamama pernah menolak menjual tanahnya kepada pengusaha hotel.
Hotel yang dulu terbengkalai kini kedatangan pemilik baru bernama Pak Rudi. Beliau ternyata membawa anak laki-lakinya, Jojo, yang kerap marah-marah dan berteriak-teriak. Ada penyebabnya kenapa Jojo bisa bersikap menyebalkan begitu.
Pertemuan Jojo dengan Kakaputu dan Arumbawangi membuat kehidupan Jojo berubah. Dia belajar banyak hal dan menemukan kebahagian lagi. Namun tragedi kebakaran di hotel itu tidak bisa dicegah hingga merenggut nyawa. Seluruh warga desa menuduh Nanamama sebagai penyebabnya dan membuat Nanama merasa dikhianati oleh seluruh warga hingga ia jatuh sakit dan meregang nyawa.
Kakaputu dan Arumbawangi harus terus melanjutkan hidup. Tetapi nasib pilu yang mendera makin terasa berat dilalui tanpa keberadaan Nanamama. Bukan apa-apa, orang terdekat mereka yang kelihatan berubah jadi baik ternyata memiliki maksud terselubung.
Bisakah Kakaputu dan Arumbawangi mempertahankan tanah mereka sesuai pesan Nanamama?
***
Ceritanya bagus banget dan karena ini sebuah dongeng jadi kita akan menemukan cerita yang ajaib. Bakal susah dibayangkan bagaimana burung bisa membawa anak kecil, saya tidak tahu segede apa burungnya, hehe. Dan keajaiban ini mengingatkan saya pada cerita di film Baby Boss, adiknya Tim yang bayi itu, diantarkan oleh burung dan diletakan di depan pintu si pemesan.
Karena tokoh utamanya berusia anak-anak, novel ini mungkin masuk ke genre buku anak, dan yang membuatnya berbeda dengan buku anak lainnya, di sini kisahnya mengandung kegetiran, kesedihan, dan perjuangan berat yang dialami dua anak kecil setelah ibunya meninggal.
Tema kehilangan dibahas berkali-kali melalui beberapa tokoh. Kakaputu dan Arumbawangi kehilangan Nanamama. Jojo kehilangan ibunya. Pak Rudi kehilangan Jojo. Semua drama ini sangat menyentuh hati.
Novel ini juga membawa isu lingkungan menjadi topik dan konflik utama. Terutama menyoroti soal ambisi merubah area hijau seperti hutan, sawah atau kebun menjadi deretan gedung megah oleh pengusaha. Tentu saja kegiatan ini akan membawa kerusakan bagi lingkungan dan habitat di sekitarnya.
Secara garis besar, novel ini menampilkan perlawanan keluarga kecil melawan ketamakan pengusaha dan masyarakat sekitar. Menyaksikan bagaimana Nanamama menentang keras soal pembangunan hotel di desanya, membuat kita melek kalau perjuangan menjadi minoritas yang benar di tengah mayoritas yang salah ternyata bikin membatin, padahal yang dipertahankan adalah tanah sendiri.
Saya yang sangat suka cerita dengan latar pedesaan, sangat menikmati membaca novel ini. Lokasi cerita ini ada di Bali, dimana di sana ada satu daerah yang sawah teraseringnya diakui UNESCO. Penulis berhasil menggambarkan situasi pedesaan dan aktifitasnya dengan sangat nyata. Soal sawah yang padinya menguning dan kerap disantroni burung-burung, atau bagaimana keriangan anak-anak main lumpur saat tanah sawah masih digenangi air.
Tokoh-tokoh di novel ini pun begitu hidup. Nanamama dan anak-anaknya menjadi protagonis yang mengesankan. Dan saya masih terkesan dengan sifat-sifat mereka walaupun sudah selesai membaca novelnya. Karakter mereka khas keluarga sederhana dari pedesaan. Di sini juga ada karakter antagonis yang menyebalkan yaitu Wawatua yang mengincar tanah Nanamama dengan lebih dulu ingin jadi wali Kakaputu dan Arumbawangi. Walau pun yang diincarnya bukan harta untuk diri sendiri, tetapi cara dia memprovokasi warga dan kelicikannya benar-benar jahat.
Nilai-nilai moral dalam novel ini pun sangat menggugah. Kita seperti diingatkan kembali soal hidup dalam kesederhanaan dan paham arti cukup. Nanamama sering mengatakan kalau tanah bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari kita jika dirawat dan dijaga dengan baik, makanya dia tidak silau mata oleh tawaran yang mau membeli tanahnya. Dan ketika beliau tiada, Nanamama ternyata memiliki simpanan dan tabungan untuk kedua anaknya. Berkat mempraktikan arti cukup, kita pasti bisa menabung untuk pegangan ketika situasi buruk terjadi tiba-tiba.
Kesimpulannya, novel ini punya cerita yang bakal menghanyutkan pembaca dengan unsur kehidupan pedesaan dan konfliknya. Sajian yang sederhana tapi bernilai mahal.
Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!
Kalau buku anak anak entah kenapa aku selalu suka meski ceritanya sederhana...cuma endingnya nyesek bikin haru..kebanyakan gitu ya Adin...Aku tuh paling sebel sama karakter tokoh yang gemar jadi provokator...soalnya di kehidupan nyata pernah deh aku ketemu yang macam nih, hobi mencari kekurangan aku lalu cerita ke temen temen lain akhirnya semua temen jadi menjauhiku karena cerita yang belum tentu bener adanya karena cerita dia yang dilebih lebihkan...padahal ga kenal aku juga tapi kok ya bisa bisanya fitnah......sedih sih kalau digituin..tapi mau gimana lagi..kadang cuma bisa diam aja...memaafkan segala yang orang lain perlakukan buruk kepada kita, itulah kunci kedewasan diri..
BalasHapusSaking sederhananya cerita anak-anak, kita jadi makin mudah memahami cerita dan pesannya.
HapusEmang rese tuh provokator, apalagi kalau tujuannya untuk menjatuhkan. Saya juga ada pengalaman dengan orang begini. Dan saya memutuskan untuk memaafkan tetapi kalau untuk dekat lagi, maaf-maaf aja, hehe.