Judul: Prelude
Penulis: Sam Umar
Penyunting: Dellafirayama, Jason Abdul
Penerbit: Noura Books
Terbit: April 2014, cetakan pertama
Tebal: vi + 270 hlm.
ISBN: 9786021306185
***
Bach Festival - Festival Musik Klasik
Sesuatu memang harus diungkapkan supaya enggak ada rasa sakit...
Ada dua impian Tina. Kuliah musik di Leipzig dan menyaksikan Festival Bach. Satu per satu impiannya terwujud. Dia pun belajar selo dengan Maria Tan, pemain selo profesional idolanya. Dia juga dekat dengan Hans, seniornya yang jago main keyboard.
Dan saat musim panas menjelang, Tina semakin bahagia. Akhirnya... Festival Bach! Tina memilih Prelude dari Cello Suite No. 1 untuk audisi festival. Dan ternyata, karya inilah yang menguak rahasia-rahasia-tentang siapa sebenarnya Maria Tan, juga tentang perasaan Hans yang sesungguhnya...
***
Sinopsis
Novel Prelude ini menceritakan gadis berusia 20 tahun bernama Tina yang tengah kuliah tahun pertama di Universitas Leipzig, Jerman, mendalami musik klasik. Pilihan Leipzig ini karena merupakan pusat musik klasik terutama untuk instrumen selo dan Tina begitu menyukai komponis klasik bernama Johann Sebastian Bach.
Tina tinggal sendiri di Jerman dan mesti berjauhan dengan ayahnya, Hendra, yang tinggal di Indonesia. Kemana ibunya? Ini bagian misteri yang tidak diketahui Tina sebab jika membahas soal ibunya dengan ayahnya, selalu berujung ayah akan marah. Beruntung, Tina memiliki beberapa teman baik seperti Laura, Hans, Martin, Lukas, dan Nadine. Selain itu Tina juga dekat dengan salah satu dosen perempuan bernama Maria Tan. Kedekatan dia dengan Bu Maria sudah seperti sahabat dan ibu-anak.
Menjelang penyelenggaraan Festival Bach, Tina mendapatkan peluang untuk menjadi peserta festival dengan mengikuti seleksi. Niat ini membuat Tina semakin rajin berlatih mengasah kemampuannya memainkan alat musik selo dengan dibantu Bu Maria.
Pada saat mendekati hari seleksi, Tina mendapatkan fakta yang membuatnya terkejut mengenai Bu Maria. Selain itu dia juga menemukan kejelasan apa yang terjadi dulu yang menyebabkan ayah dan ibunya berpisah.
Terkuaknya misteri ini mengganggu fokus Tina mengikuti seleksi. Dalam kemerosostan emosi Tina, Hans menjadi satu-satunya teman yang selalu ada untuknya.
Rahasia apa yang terkuak? Dan bagaimana hasil seleksi Tina untuk Festival Bach ini?
***
Resensi
Saya baru tahu kalau novel Prelude ini ternyata salah satu dari Festival Series, series yang belum pernah saya dengar sebelumnya. Judul lainnya adalah: Do Rio Com Amor karya Ifnur Hikmah dan Yuki No Hana karya Primadonna Angela. Ketiga novel ini mempunyai benang merah cerita mengenai sebuah festival yang ada di sebuah negara.
Tema musik klasik begitu kental dalam buku ini, terutama membahas mengenai komponis Bach. Selain rekam jejak beliau, kita juga akan diberikan pengetahuan mengenai sejarah dari lokasi-lokasi di Jerman yang berhubungan dengan Bach dan juga mengenai keluarga Bach sendiri yang ternyata kebanyakan punya darah musisi.
Dalam salah satu bagian cerita, disebutkan isu mengenai alat musik digital versus alat musik tradisional. Kehadiran teknologi canggih saat ini menghasilkan produksi musik yang tidak harus berasal dari alat musik aslinya. Dan pertanyaannya, apakah alat musik tradisional akan tergerus oleh keberadaan alat musik digital? Perdebatan Tina dengan mahasiswa lain ini ditengahi oleh Bu Maria dengan kesimpulan, "Secanggih apa pun teknologi tersebut, tetap tak bisa mengalahkan rasa yang dibawakan oleh manusia saat memainkan alat musik. Jadi kita tidak perlu khawatir." (hal. 48).
Kover novel ini sangat bagus karena langsung menyampaikan isi dari cerita di dalamnya. Tema musik novel ini ditonjolkan melalui ilsutrasi alat musik selo yang gambarnya paling besar, dibandingkan gambar alat musik lain (piano, biola, terompet...atau apa ya?)
Walau pada kovernya banyak bentuk hati, namun cerita roman antara Tina dan Hans terasa begitu tipis. Hubungan mereka yang masih malu-malu kucing untuk mengaku kalau saling suka, tidak diulik lebih dalam. Dugaan saya karena penulis ingin fokus membahas ke poin perjuangan Tina menghadapi seleksi dan ke drama keluarga Tina. Meski begitu kita tetap akan menemukan momen mengagumi sosok terkasih, merasa cemburu, dan berusaha mencari perhatian. Dan porsinya cukup untuk bikin kita merasa gemas.
Setelah membaca novel ini saya mendapatkan dua pelajaran hidup dari sosok Tina. Satu, kita harus memperjuangkan mimpi atau cita-cita kita. Selain harus rajin berlatih, kita juga harus disiplin. Awalnya akan terasa berat, tetapi jika dikerjakan, lama-lama akan terbiasa dan insyaallah akan berbuah manis. "Enggak ada pencapaian yang gemilang bila enggak ada pengorbanan." (hal. 72).
Dua, kita harus bisa memaafkan kesalahan. Karena tidak ada manusia yang sempurna, tidak ada manusia yang baik sekali sehingga tidak ada cela. Dan cara berdamai dengan kesalahan itu adalah dengan memaafkan. Ini akan membuat kita melihat orang lain dengan derajat yang baru, tidak selalu melihatnya buruk.
Ada catatan kurang bagus untuk novel ini yang mau tidak mau harus disampaikan juga. Pertama, gaya bahasa yang kaku. Awal saya membaca novel ini sempat tersendat-sendat dan hampir menyerah di tengah jalan. Bahasa yang digunakan tidak lues sehingga ketika memahami ceritanya perlu dilakukan pelan-pelan. Dan saya butuh dua kali membaca novel ini agar bisa lebih memahami ceritanya agar saya bisa membuat ulasan ini. Sekali baca malah bingung.
Kedua, sejarah dan istilah musik klasik terlalu dominan dan cara menyampaikannya begitu naratif sehingga ketika membaca bagian itu cukup bikin bosan. Penulis memang kelihatan sekali melakukan riset yang mendalam, ini dibuktikan dari daftar referensi di bagian belakang buku, tetapi sepertinya lupa kalau kebanyakan pembaca novel ini bukan orang yang paham musik klasik. Contohnya, ketika Tina dan teman-temannya berkunjung ke museum, hampir pembahasan mereka adalah menceritakan sejarah museum dan segala yang ada di dalamnya. Saya lebih suka riset ini dibawa ke dalam plot-nya dan tidak diberikan secara menjejali.
Ketiga, penempatan ilustrasi isi yang bagus justru dikumpulkan di tengah-tengah buku untuk beberapa adegan pada beberapa bab. Alangkah baiknya jika setiap ilustrasi di tempatkan di bab yang memang ada adegan itu. Hitung-hitung sebagai bantuan untuk pembaca membayangkan adegan yang ada di narasi ceritanya.
Nah, itu adalah kesan saya setelah membaca novel Prelude ini. Terlepas dari kekurangan yang saya sebutkan di atas, novel ini masih layak dibaca untuk yang mau mengenal dunia musik klasik yang asalnya dari Jerman dan berupa alat musik selo. Akhirnya saya memberikan nilai 3/5 bintang.
0 komentar:
Posting Komentar