Judul: Kepergian Kedua
Penulis: Amanatia Junda
Penyunting: Ninus Andarnuswari
Penerbit: BukuMojok
Terbit: Januari 2020, cetakan pertama
Tebal: vi + 108 hlm.
ISBN: 9786237284239
***
“Bagaimana kalau kamu pulang, cepat menikah, lalu ambil anak Indah. Dia bisa meneruskan sekolah, nanti jadi sarjana. Ibuk juga lega akhirnya punya mantu dan cucu dan statusmu jelas. Bagaimana kalau begitu, Le?”
Di Wetter, sebuah kota kecil di Jerman berjarak sekitar dua puluh jam penerbangan dari Gayut, Jawa Timur, Irul mengira ia bisa melarikan diri dari kuasa Ibuk dan segala benang kusut konflik keluarga besar trah Jauhari.
Ia salah. Kabar kehamilan Indah, sepupunya yang masih belia, mengejarnya tanpa ampun. Ia dituntut memainkan peran utama sebagai satu-satunya cucu laki-laki. Tanpa seorang pun tahu rahasia macam apa yang ia bawa pergi dari Gayut.
***
Dulu, pernah mikir bakal ada kesempatan untuk baca buku kumcer Amanatia yang 'Waktu Untuk Tidak Menikah' yang jelas-jelas bukunya sudah punya. Tapi saya justru menyelesaikan buku keduanya ini, berupa novel tipis. Sengaja saya pilih buku ini untuk memacu 'mesin motivasi' agar saya bisa membaca buku lebih banyak lagi. Sebab akhir-akhir ini saya kesulitan membagi waktu untuk baca buku dengan waktu kerjaan baru.
Kepergian Kedua menceritakan tokoh utama berusia awal 30an yang balik ke Jerman untuk kedua kali, Birrul Walidain. Sampai pada satu waktu, dia mendapatkan kabar dari Ibuknya kalau Indah, sepupunya, hamil. Usia Indah masih 16 tahun, dan menurut kabar itu, pelakunya adalah pemuda penjual seblak, Heru.
Lagi-lagi, Irul dituntut untuk ikut andil menyelesaikan masalah sepupunya. Dan tanpa diketahui siapa pun, Irul menyimpan rahasia besar mengenai menghilangnya Paklik Dar, ayah Indah.
Pada dasarnya, novel ini punya alur cerita yang singkat saja. Irul yang sedang ada di Jerman dituntut menyelesaikan masalah soal sepupunya, Indah. Tetapi penulis merekap masalah-masalah yang pernah muncul di keluarga besar trah Jauhari dan pernah melibatkan Irul dalam penyelesaiannya di masa lalu. Masalah sengketa tanah warisan kakek dengan adik kakeknya, masalah undian mobil antara Pakde Mar dan Pakde Kar, dan sekarang masalah Indah yang hamil di bawah umur.
Bisa dikatakan alur novel ini campuran maju-mundur. Dan menurut saya alur mundurnya lebih banyak walau berupa potongan-potongan peristiwa penting di masa lalu. Amanatia seperti ingin lebih fokus menceritakan semua keterlibatan Irul menyelesaikan masalah keluarga besar dibandingkan menceritakan Irul selama di Jerman, pada kepergiannya yang kedua kali ini.
Isu yang pertama muncul dibahas adalah soal hamil di luar pernikahan. Indah yang berusia 16 tahun menanggung hal ini. Dalam novel ini dibahas opsi-opsi penyelesaian yang akan diputuskan keluarga besar. Salah satunya adalah melakukan aborsi. Tapi ada sisi kotradiksi yang bisa jadi renungan pembaca, Indah ini merupakan siswa pintar dan berprestasi tapi kenapa bisa terjebak hal demikian. Dan dijawab pula dalam novel ini jika faktor kondisi keluarga punya pengaruh terhadap pergaulan seorang anak. Yup, bapaknya Indah menghilang sejak kasus sengketa warisan tanah.
Apa kecelakaan yang tengah menimpa Indah berhubungan dengan mentalnya yang terguncang akibat kehilangan sosok bapak? (hal. 41)
Dalam penyelesaian kasus Indah ini, pembaca akan menemukan fakta yang bikin nyeri hati di ujung cerita. Dan akhirnya keluarga besar mesti menanggung aib itu bulat-bulat.
Isu lain yang muncul di novel ini adalah mengenai kerawanan hubungan persaudaraan disebabkan oleh rebutan harta. Contoh dalam novel ini adalah masalah sengketa warisan tanah dan soal hadiah undian. Hubungan saudara mudah retak jika menyangkut rebutan harta. Dan dalam kehidupan nyata sudah banyak kasus demikian, bahkan bisa sampai meja pengadilan. Yang baru-baru ini muncul soal tuntutan penjara yang dilakukan anak kepada ibunya karena tanah warisan. Membaca berita soal ini sungguh bikin mengelus dada dan beristighfar.
Isu menarik lainnya mengenai stereotip anak laki-laki yang dituntut serba bisa menyelesaikan masalah yang muncul di keluarga. Padahal tidak semua anak laki-laki memiliki pengalaman dan kekuatan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dan lebih menyakitkan lagi jika kita sebagai anak laki-laki salah memutuskan perkara, beban kesalahan tersebut diletakan di pundak kanan-kiri, tanpa dibagi. Tuntutan yang begini yang kadang membuat kita sebagai anak laki-laki mudah terjaga pas tidur, dan berujung melek sampai subuh.
Novel tipis ini menarik, membawa tema keluarga dan sedikit bumbu romansa. Tema keluarga yang diangkat penulis merupakan keluarga besar dengan adat jawa. Maka kita akan menemukan banyak kosakata bahasa jawa yang bertebaran. Selain itu, mengenal keluarga besar Irul membuat saya seperti sedang masuk ke tengah-tengah mereka dan menyaksikan sendiri bagaimana mereka saling berinteraksi dengan kejawaannya itu.
Tema romansa memang sekadar bumbu, yang kemunculannya untuk membuat kaya rasa. Irul yang sudah berusia 30an, sangat polos berhubungan dengan perempuan. Satu momen ketika hubungannya dengan Gadis meningkat lebih intim, dia tidak mempersiapkan kemungkinan arah liar yang akan dituju. Untuk usia Irul segitu rasanya terlalu budiman sekali. Walau pada momen itu Irul tidak menolak melakukannya, namun ketidaksiapan dia membuat momen itu jadi kentang.
Yang menurut saya kurang dari novel ini adalah cerita soal Irul tidak tereksplorasi dengan mendalam karena Amanatia meringkas itu. Setelah membaca sampai selesai, saya tidak mendapatkan kesan berupa simpati atau tertarik dengan karakter yang muncul yang bergulat dengan konflik yang dihadapi. Kemungkinannya karena penulis fokus menghadirkan potongan-potongan kejadian masa lalu. Padahal jika ceritanya merunut panjang, pembaca akan lebih kenal dengan Irul dan akan lebih bersimpati.
Meski demikian, novel tipis ini tetap sangat layak dibaca sebab isu-isu yang dibahasnya akan sangat terhubung dengan kehidupan kita. Pelajaran hidup dalam novel ini sangat berarti sebagai gambaran dalam berinteraksi di keluarga besar. Maka saya memberikan nilai 3 dari 5 bintang.
Sekian ulasan dari saya, terakhir, jaga kesehatan dan terus membaca buku!
0 komentar:
Posting Komentar