gambar diunduh dari gramedia.com, diedit |
Judul: Mata dan Manusia Laut
Penulis: Okky Madasari
Editor: Dwi Ratih Ramadhany
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Mei 2019
Tebal: 232 hlm.
ISBN: 9786020630281
***
Kabar di media internasional tentang manusia-manusia yang bisa menyelam di laut tanpa alat membawa Matara dan ibunya ke kepulauan Sulawesi bagian tenggara. Di kepulauan yang menjadi rumah bagi manusia-manusia laut itu, Matara berjumpa dengan Bambulo, bocah Bajo yang sejak balita sudah berenang dan menyelam di laut, layaknya seekor ikan.
Berawal dari rasa penasaran, dua bocah itu mengarungi lautan, hal yang sesungguhnya biasa dilakukan oleh orang Bajo. Namun lautan punya irama dan aturan yang harus selalu diikuti. Kelalaian Bambulo menghadirkan bencana sekaligus petualangan menakjubkan bagi mereka. Mata dan Manusia Laut merupakan buku ketiga dari kisah Mata menjelajahi Nusantara, setelah Mata di Tanah Melus dan Mata dan Rahasia Pulau Gapi. Buku selanjutnya: Mata di Dunia Purba.
***
Novel Mata dan Manusia Laut menceritakan tentang petualangan Mata ketika dia dan ibunya berkunjung di Kecamatan Kaledupa untuk mempelajari soal cerita manusia laut. Pada satu hari ketika ada pesta budaya sedang berlangsung, Mata dan anak Bajo bernama Bambulo menelusuri lautan untuk mencapai alto, lingkaran panjang karang tempat dimana ayahnya Bambulo biasa mencari ikan. Hanya saja hari itu Bambulo melupakan pantangan yang selama ini ditaati warga Sama, dilarang berlayar pada saat bulan purnama.
Kegiatan mereka singgah di alto ternyata membawa bencana tsunami. Ombak lautan menyeret Mata dan Bambulo ke dasar samudra yang disebut Masalembo. Pada tengah perjalanan, Mata ditangkap oleh gurita raksasa. Bambulo yang terpisah justru bertemu dengan orang-orang penghuni lautan. Maka misi menyelamatkan Mata pun dimulai.
Saya pernah membaca novel anak series Menjelajahi Nusantara yang pertama berjudul Mata di Tanah Melus dan mengikuti informasi novel lainnya tetapi baru kesampaian membacanya sekarang. Salahnya lagi, saya lanjut langsung ke novel ketiga, bukan ke novel keduanya. Yah, semoga setelah ini selesai, bisa ada kesempatan membaca novel keduanya.
Masih mengenai petualangan anak bernama Matara yang melakukan perjalanan jauh bersama mamanya untuk riset buku. Matara, anak 12 tahun menjadi penegas jika novel ini ditulis untuk anak-anak. Agar lebih menarik, penulis kemudian merajut kisah petualangan sebagai bahan bakar ceritanya. Kali ini pembaca akan dibawa menyelami kedalaman samudera lautan.
Karena ceritanya untuk anak-anak, penulis membawa dongeng dengan kemasan yang memacu pembaca untuk turut berimajinasi membayangkan dunia fantasi yang dibangun. Pada novel ini saya cukup menikmati membayangkan dunia bawah laut, Masalembo, yang digambarkan sebagai sebuah perkampungan. Ada orang-orangnya, ada rumah-rumah yang dibangun dari kapal-kapal, juga ada fasilitas lainnya seperti di daratan.
Yang paling seru tentu saja membayangkan makhluk keturunan orang Masalembo dengan Dewa Laut, yang fisiknya perpaduan antara manusia dan makhluk laut. Ada yang percampuran manusia dengan gurita, percampuran manusia dengan ikan, dan ada juga percampuran manusia dengan kerang. Ketika membayangkan mereka saya justru ingat kepada tokoh utama di film Luca. Apalagi mahluk ini juga disebutkan masih usia anak-anak.
Sudah menjadi ciri khas novel Okky Madasari, pasti akan disisipkan isu dan kritik sosial yang memberikan kita wawasan baru mengenai keadaan sosial di negeri ini. Pertama, isu lingkungan hidup terutama untuk habitat laut sangat ditekankan di novel ini. Penduduk di pulau-pulau Sulawesi Tenggara sangat menjaga kelestarian habitat laut karena mereka menyadari penghidupan utama mereka berasal dari laut. Ini tergambar pada alasan kenapa ketika bulan purnama jadi pantangan untuk memburu ikan sebab pada waktu itulah ikan-ikan bertelur. Telur inilah yang kelak menjadi penerus induk ikan yang ditangkap oleh nelayan.
Kedua, kritik pada tindakan suap yang dilakukan oleh petugas patroli kepada kapal-kapal yang berlayar. Praktik ini bukan berita baru, tapi menjadi berlawanan dengan yang dilakukan menteri yang menenggelamkan kapal-kapal luar ilegal. Pemerintah bergerak ketat, beberapa oknum bersikap longgar. Miris memang membayangkan hal ini.
Karena tokoh utamanya anak, maka penulis membatasi diksi yang dipakai sehingga kritik dan isu yang dibahas pun begitu tipis sebatas yang bisa dipahami oleh anak-anak. Padahal menurut saya isu dan kritik di novel ini lumayan populer sebagai pembahasan orang-orang dewasa. Sedangkan untuk kemampuan Okky membangun dunia fantasi dalam narasi-narasinya sudah tidak diragukan lagi. Saya begitu menikmati kisah Matara dan Bambulo ini.
Yang membuat saya agak kurang terhubung dengan cerita di novel ini adalah petualangan mereka melintasi samudera, dan ketika mereka terombang-ambing di laut, terlalu dramatik untuk dilakukan anak-anak. Momen heroik begitu bahkan jarang ditemukan pada orang dewasa. Sehingga menjadi ganjalan besar bagi saya untuk menganggap itu normal.
Karakter Matara dan Bambulo digambarkan sebagai anak polos yang kadang ingin menonjol di mata orang lain, tapi di sisi lain mereka keterbatasan pengetahuan sehingga lebih banyak mengikuti ego dan keingintahuan yang sedang besar-besarnya.
Usai membaca novel ini pembaca akan mendapatkan pesan untuk menjaga lingkungan hidup secara keseluruhan, bukan hanya habitat laut. Sebab tindakan manusia terhadap lingkungan hidup akan memiliki dampak. Jika merawat akan memberikan dampak baik, jika merusak akan membawa bencana. Tapi kadang kita lupa akan efek ini, ditutupi oleh keserakahan untuk menggerus manfaat lingkungan tersebut.
Mengikuti petualangan Matara dan Bambulo di lautan yang seru membuat saya memberikan nilai 3 bintang dari 5 bintang. Novel ini pas sekali dikenalkan kepada pembaca anak-anak.
Sekian ulasan saya, terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!