Judul: Teka-Teki Terakhir
Penulis: Annisa Ihsani
Editor: Ayu Yudha
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Maret 2014
Tebal buku: 256 halaman
ISBN: 9786020302980
Harga: Rp60.000
Sebuah novel jika dibaca oleh dua orang akan melahirkan dua penilaian yang berbeda. Sebab novel memiliki efek kesan yang terhubung dengan pembaca secara misterius. Kondisi si pembaca turut menyebabkan hal demikian terjadi. Dan itu yang saya alami setelah berdiskusi via twitter dengan beberapa teman blogger buku mengenai buku ini.
Novel Teka-Teki Terakhir merupakan debut Annisa Ihsani (Sepertinya begitu, sebab judul novel ini selalu muncul di awal dibandingkan novel lainnya; A Untuk Amanda dan A Hole in The Head). Menceritakan seorang anak perempuan usia dua belas tahun bernama Laura. Di dekat rumahnya itu, ada sebuah rumah besar terkesan angker yang dihuni oleh keluarga Maxwell yang dipenuh gosip tidak jelas kebenarannya. Dan suatu hari, sepulang sekolah, Laura membuang kertas ulangan matematikanya dengan nilai nol pada tempat sampah di depan rumah keluarga Maxwell. Hari berikutnya Laura ketakutan saat Tuan Maxwell memanggilnya dari beranda dan mengembalikan kertas ulangannya serta memberikan buku Nol: Asal-usul dan Perjalanannya.
Itu jadi pertemuan pertama Laura dengan Tuan Maxwell yang kemudian diikuti oleh kunjungan lainnya sebab di rumah yang kelihatan angker tersebut terdapat perpustakaan lengkap. Laura seperti menemukan tempat paling nyaman. Usut punya usut, Tuan Maxwell ternyata seorang profesor matematika. Berkat diskusi yang Laura lakukan dengan Tuan dan Nyonya Maxwell, nilai matematikanya berangsur-angsur membaik.
Novel ini memang penuh pembahasan matematika. Sebagiannya saya tidak memahami. Namun, tetap saja asyik diikuti sebab menambah wawasan. Dan fakta mengenai penuh matematika memang menjadi alasan beberapa blogger menyukai novel ini. Alasan lainnya, gaya menulis Ihsani memang patut diacungi jempol. Selain renyah dan apik, gaya menulis Ihsani pas sekali dengan pemilihan karakter anak-anak.
Ada persamaan dari ketiga novel karya Ihsani; tokoh utamanya anak-anak atau remaja. Dan saya merasa tokoh Laura di novel ini mirip sekali dengan tokoh Ann di novel A Hole in The Head. Keduanya punya sifat ingin tahu, suka petualangan, dan selalu ceria khas anak-anak.
Saya menyatakan lebih suka novel A Hole in The Head dibandingkan novel ini karena unsur petualangan di novel ini sangat sedikit. Teka-Teki Terakhir yang menjadi judulnya sempat mengecoh karena saya berharap menemukan petualangan menemukan misteri. Yang ada justru teka-teki terakhir ini menunjuk ke pencarian Tuan Maxwell akan pembuktian Teorema Fermat Terakhir. Jadi bukan si Laura yang melakukan pencariaannya.
Ada bagian cerita yang terhubung langsung dengan emosi saya ketika membacanya. Yaitu ketika Tuan Maxwell meninggal dan Laura merasa kehilangan. Saya pernah mengalami hal serupa, kehilangan orang terkasih. Narasi Laura yang merasa ada yang tercabut sebagian jiwanya sangat mewakili apa yang pernah saya rasakan. Bahkan sampai detik ini saya belum berani mengintip foto dia di sosial medianya meski sangat rindu. Perasaan kehilangan itu yang membuat saya menyukai novel ini. Bukan matematika, bukan konflik persahabatan Laura dengan Katie, atau kekecewaan Tuan Maxwell yang akhirnya kalah dalam pencarian Teorema Fermat Terakhir.
Di novel ini kita akan melihat bentuk persahabatan yang solid. Yah, meski di tengah persahabatan akan selalu ditemukan pertengekaran-pertengkaran, tapi jika persahabatan itu solid pasti akan kembali akur. Laura dan Katie sempat saling menghindar. Keduanya sadar akan kondisi tak beres, dan keduanya gengsi untuk memulai kembali sehingga butuh berbulan-bulan agar mereka kembali menyapa. Inilah warna dalam persahabatan. Tidak selalu tertawa bareng, tidak selalu menangis bareng, tapi ada kalanya harus saling berseteru.
Untuk Laura yang kemudian berubah dewasa berkat perkenalannya dengan keluarga Maxwell, saya memberikan nilai 4/5 untuk buku ini. Novel yang pas dan cocok dibaca oleh anak-anak dan remaja untuk menyukai matematika.
Editor: Ayu Yudha
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: Pertama, Maret 2014
Tebal buku: 256 halaman
ISBN: 9786020302980
Harga: Rp60.000
Sebuah novel jika dibaca oleh dua orang akan melahirkan dua penilaian yang berbeda. Sebab novel memiliki efek kesan yang terhubung dengan pembaca secara misterius. Kondisi si pembaca turut menyebabkan hal demikian terjadi. Dan itu yang saya alami setelah berdiskusi via twitter dengan beberapa teman blogger buku mengenai buku ini.
Novel Teka-Teki Terakhir merupakan debut Annisa Ihsani (Sepertinya begitu, sebab judul novel ini selalu muncul di awal dibandingkan novel lainnya; A Untuk Amanda dan A Hole in The Head). Menceritakan seorang anak perempuan usia dua belas tahun bernama Laura. Di dekat rumahnya itu, ada sebuah rumah besar terkesan angker yang dihuni oleh keluarga Maxwell yang dipenuh gosip tidak jelas kebenarannya. Dan suatu hari, sepulang sekolah, Laura membuang kertas ulangan matematikanya dengan nilai nol pada tempat sampah di depan rumah keluarga Maxwell. Hari berikutnya Laura ketakutan saat Tuan Maxwell memanggilnya dari beranda dan mengembalikan kertas ulangannya serta memberikan buku Nol: Asal-usul dan Perjalanannya.
Itu jadi pertemuan pertama Laura dengan Tuan Maxwell yang kemudian diikuti oleh kunjungan lainnya sebab di rumah yang kelihatan angker tersebut terdapat perpustakaan lengkap. Laura seperti menemukan tempat paling nyaman. Usut punya usut, Tuan Maxwell ternyata seorang profesor matematika. Berkat diskusi yang Laura lakukan dengan Tuan dan Nyonya Maxwell, nilai matematikanya berangsur-angsur membaik.
Novel ini memang penuh pembahasan matematika. Sebagiannya saya tidak memahami. Namun, tetap saja asyik diikuti sebab menambah wawasan. Dan fakta mengenai penuh matematika memang menjadi alasan beberapa blogger menyukai novel ini. Alasan lainnya, gaya menulis Ihsani memang patut diacungi jempol. Selain renyah dan apik, gaya menulis Ihsani pas sekali dengan pemilihan karakter anak-anak.
Ada persamaan dari ketiga novel karya Ihsani; tokoh utamanya anak-anak atau remaja. Dan saya merasa tokoh Laura di novel ini mirip sekali dengan tokoh Ann di novel A Hole in The Head. Keduanya punya sifat ingin tahu, suka petualangan, dan selalu ceria khas anak-anak.
Saya menyatakan lebih suka novel A Hole in The Head dibandingkan novel ini karena unsur petualangan di novel ini sangat sedikit. Teka-Teki Terakhir yang menjadi judulnya sempat mengecoh karena saya berharap menemukan petualangan menemukan misteri. Yang ada justru teka-teki terakhir ini menunjuk ke pencarian Tuan Maxwell akan pembuktian Teorema Fermat Terakhir. Jadi bukan si Laura yang melakukan pencariaannya.
Ada bagian cerita yang terhubung langsung dengan emosi saya ketika membacanya. Yaitu ketika Tuan Maxwell meninggal dan Laura merasa kehilangan. Saya pernah mengalami hal serupa, kehilangan orang terkasih. Narasi Laura yang merasa ada yang tercabut sebagian jiwanya sangat mewakili apa yang pernah saya rasakan. Bahkan sampai detik ini saya belum berani mengintip foto dia di sosial medianya meski sangat rindu. Perasaan kehilangan itu yang membuat saya menyukai novel ini. Bukan matematika, bukan konflik persahabatan Laura dengan Katie, atau kekecewaan Tuan Maxwell yang akhirnya kalah dalam pencarian Teorema Fermat Terakhir.
Di novel ini kita akan melihat bentuk persahabatan yang solid. Yah, meski di tengah persahabatan akan selalu ditemukan pertengekaran-pertengkaran, tapi jika persahabatan itu solid pasti akan kembali akur. Laura dan Katie sempat saling menghindar. Keduanya sadar akan kondisi tak beres, dan keduanya gengsi untuk memulai kembali sehingga butuh berbulan-bulan agar mereka kembali menyapa. Inilah warna dalam persahabatan. Tidak selalu tertawa bareng, tidak selalu menangis bareng, tapi ada kalanya harus saling berseteru.
Untuk Laura yang kemudian berubah dewasa berkat perkenalannya dengan keluarga Maxwell, saya memberikan nilai 4/5 untuk buku ini. Novel yang pas dan cocok dibaca oleh anak-anak dan remaja untuk menyukai matematika.
0 komentar:
Posting Komentar