Judul: Deep Down
Inside
Penulis: Pia Devina
Desainer kover: Dyndha
Hanjani P.
Penata isi: Phiy
Penerbit: Penerbit
Grasindo
Terbit: Agustus 2014
Tebal: vi + 194
halaman
ISBN: 9786022516538
Harga: Rp40.000
Novel Deep Down Inside
ini bercerita mengenai perempuan 27 tahun bernama Audrey Vanissa yang mengalami
patah hati oleh dua sebab. Pertama, ia tidak sangka kalau Galang, pacarnya
selama dua tahun ini akan bertunangan dengan perempuan lain. Buruknya, kabar
itu disampaikan oleh Faya, sahabat baik Audrey. Kedua, kenyataan Faya yang
mengatakan jika selama ini dirinya mencintai Galang. Pengakuan ini membuat
Audrey memikirkan ulang rasa percaya kepada sahabatnya itu.
Selama masa patah hati itu, muncul teman pria sewaktu SMA,
sekaligus rekan kerja Galang, bernama Panji. Dua kali Panji mengaku suka kepada
Audrey, dua kali juga ia ditolak Audrey. Pengakuan pertama saat mereka masih
SMA dan pada saat itu konteks Panji hanya untuk memenuhi taruhan. Pengakuan
kedua dilakukan Panji ketika ia bertemu kembali pertama kali di kantornya.
Sayang sekali, waktu itu Audrey sudah berpacaran dengan Galang.
Panji yang kemudian berada di sisi Audrey selama masa menata
hati untuk melepaskan Galang. Dan siapa yang bisa menebak kalau kedekatan
mereka itu menghadirkan takdir baru, sekaligus membuka tabir-tabir yang selama
ini tertutup.
Secara kasar menyebut, novel ini akan terkesan dipenuhi
cerita yang mendayu-dayu dan sedih sebab berbicara soal patah hati. Jangan
terkecoh, nyatanya novel ini punya diagram plot yang naik-turun, kadang menarik
simpati dan kadang memunculkan senyum. Pengamatan saya, penulis seperti
menjiwai penulisan kisah Audrey ini. Penulis membuat tikungan cerita yang tidak
biasa dengan mengemas patah hati menjadi bukan kisah kelam. Dan saya paling
suka adegan ketika Panji menghibur Audrey. Bagi saya, hubungan mereka pada saat
itu sangat manis dan menghibur.
Ide besarnya, novel Deep
Down Inside ini membahas proses penyembuhan patah hati, bukan proses
meratapi patah hati. Sehingga kamu akan menemukan banyak sisi positif bagaimana
menerima takdir yang tidak sesuai harapan kamu. Untuk klimaks cerita, saya
tidak menemukan yang benar-benar menghantam dan membuat saya merasa ‘wow’. Semua puncak konflik ter-setting hanya di tengah ketinggian saja.
Misalkan, pertemuan Galang dengan Audrey untuk menjelaskan kabar pertunangan
dibuat narasi saja oleh penulis. Padahal, seharusnya kejadian itu akan seru
jika diceritakan prosesnya. Perasaan hati yang hancur akan lebih mengena ke
pembaca jika diceritakan dengan rinci.
Eksekusi cerita dibuat manis dengan ending cerita yang adil, meski lagi-lagi penulis menghapus bagian
serunya. Misal, proses pertemuan Galang, Saskia, Deira, dan Audrey tidak dibuat
rinci (hal. 185-187). Saya kehilangan adegan pembicaraan mereka dalam rangka
menyelesaikan konflik. Justru bagian ini yang ingin saya pahami untuk
mengetahui apa yang ada di benak keempat orang tadi. Apa yang dilakukan penulis
terkesan terburu-buru mengakhiri ceritanya.
Profesi yang muncul di karakter dalam novel ini berpotensi
memikat pembaca. Arsitek adalah profesi Panji dan Galang, Staff Regulatory Affairs adalah profesi Audrey. Namun, job desk mereka hanya dijelaskan
sepintas sehingga dunia kerja mereka tidak cukup menempel pada karakternya.
Oke, soal ini hanya selera saya, dan juga novel ini bukan novel yang
mengedepankan cerita profesi.
Penulis menuturkan cerita dengan gaya bahasa yang lugas dan
mengalir. Membantu sekali cara saya membaca dan dibuktikan hanya butuh waktu
beberapa jam untuk menyelesaikan buku ini tanpa ada penundaan. Yang mengganggu
adalah cara penulis membuat kalimat yang bertumpuk dengan menandai oleh tanda setrip
(-). Contohnya, ‘Karena mungkin –
tebaknya- mamanya Galang menyuruh anaknya itu pulang ke Jakarta karena
rindu’ (hal. 13). Banyak sekali contoh kalimat yang demikian.
Tokoh utama novel ini adalah Audrey Vanissa, Galang Winanta,
dan Panji Raihandra. Audrey Vanissa itu
perempuan kuat yang bisa mengendalikan emosi buruknya untuk tidak melakukan hal
bodoh pascapatah hati, bijaksana ketika ia menyadari kekeliruan kisah kakaknya
dan membuat ia mendendam, dan pemikir sebab butuh waktu untuk menyadari dan
mengakui apa yang ia rasakan terhadap Panji. Galang Winanta itu pria yang penurut pada orang tua meski akhirnya
keputusan yang ia ambil menyakiti Audrey, tidak bisa komitmen karena setelah
pernikahan ia masih membiarkan perasaannya untuk Audrey bercokol di hatinya,
dan pesaing yang sombong dan suka meremehkan ketika ia dan Panji berkompetisi
untuk mendapatkan Audrey dan tender. Panji
Raihandra itu pria yang humoris dan konyol sehingga ia bisa membuat Audrey
perlahan melupakan Galang, pekerja keras yang dibuktikan dengan usahanya untuk
mendapatkan tender, dan penimbun benci terutama untuk mamanya atas masa lalu kelam
yang ia harus lewati.
Kover yang memilih warna pink
dan ungu sebagai latarnya menjadikan novel ini terlihat kalem, lembut, dan
feminin. Kali ini saya tidak protes mengenai sisi feminin yang ditampilkan
kovernya sebab tokoh yang ada di cerita adalah sosok perempuan dan penulis buku
ini juga perempuan, sehingga perpaduannya sudah pas. Sedangkan siluet putih
perempuan yang berpose seolah tenggelam, mewakili kondisi Audrey yang gamang
sebab patah hati. Untuk judul novelnya, sampai saya menulis artikel ini belum
tahu artinya apa, hehehe.
Pesan besar dari novel ini yang saya pahami adalah kita
tidak boleh menghadapi hal atau kejadian buruk dengan berpikir negatif. Cara
tanggap yang buruk akan melahirkan keburukan lainnya. Akhir yang akan dituai
hanya penyesalan. Sebab itu, menjadi bijaklah dengan berpikir positif, dan jika
ada masalah sebaiknya diceritakan kepada orang terpercaya untuk mencari opini
yang netral. Sehingga keputusan yang dibuat akan lebih steril dari emosi.
Rating dari saya: 3/5
Catatan:
- “Bukan waktu yang bakal nyembuhin lo. Tapi gimana lo berusaha buat nyembuhin diri lo sendiri.” [hal. 82]
- “Cara yang ampuh untuk membalas luka hati lo adalah dengan nunjukin bahwa lo bahagia dengan hidup lo, tanpa hadirnya si berengsek yang bikin lo sakit hati...” [hal. 86]
- “... Bukannya sebenci-bencinya gue sama seseorang, gue harus tetep menangin logika gue?...” [hal. 97]
- “Bukannya cewek emang memprioritaskan perasaan dibandingkan logika?” [hal. 111]
Typo:
- Membuayarkan = Membuyarkan [hal. 44]
- Sibuk-sibut = Sibuk-sibuk [hal. 165]
- Daritadi = Dari tadi [hal. 174]
Diagram plot naik turun. Hmmm jadi inget novel Kali Kedua Ainun Nufus. Kalau seneng ya seneng banget, kalau sedih ya sedih banget. Naik turun gt lah pokoknya.
BalasHapusLagi2 resensi yg bagus Mas, aku suka :))
Wah novel Kali Kedua belum baca nih. Terima kasih ya :)
HapusPia Divina keren deh, salut untuk semangat menulisnya yang produktif.
BalasHapusProduktifnya iya. Untuk karya-karyanya, masih di-rating rata-rata 3 untuk saya. :)
Hapus