Sekolah sudah luamayan sepi. Hanya terlihat beberapa murid saja yang masih berkeliaran. Saya tidak melihat Hadi. Padahal sudah waktunya untuk pulang. Hadi ini sahabat baik. Dia pernah jadi wakil ketua OSIS. Saya yang jadi ketua OSISnya. Dia juga anak pramuka. Sangat pramuka. Juga anak paskibra. Sedangkan saya murni paskibra. Makanya saya dengan Hadi sudah kayak keluarga.
Saya memutuskan kembali ke kelas. Setibanya di depan pintu kelas, muncul sosok Ratih dari dalam kelas. Matanya berair. Dia menangis? Ratih berlalu dengan tergesa-gesa sambil beberapa kali terlihat menyusut air mata.
Ratih salah satu anak PMR. Dia berhijab, pintar dan juga baik. Saya sangat-sangat-sangat-sangat mengagumi dia. Pokoknya Ratih ini sangat memikat hati. Ups! Waktu itu bukan pernyataannya begitu, mungkin membuat nyaman atau sangat nyaman.
Tidak lama setelah Ratih keluar dari kelas, muncul Hadi dari dalam kelas. Lho?
"Ratih nangis, kenapa?" tanya saya. Tidak ada pikiran buruk apa pun waktu itu. Kami adalah anak kampung yang tumbuh di kampung.
"Sini!" Hadi ngajak saya duduk di balai depan kelas. "Sebenarnya saya nembak dia."
Deg!! Hati saya tergores. Padahal seharusnya saya yang menembak dia. Bukan kamu, Hadi.
"Maksudnya?"
"Iya. Saya suka dia. Sangat suka, Din. Saya tidak mau terlambat. Dia nggak boleh diambil orang lain. Makanya saya tembak langsung. Tapi jawabannya, dia tolak saya. Katanya dia mau fokus belajar. Apalagi sekarang sudah kelas 3, sudah waktunya siap-siap tempur di ujian."
"Oh." Hati saya mendadak hancur tanpa sebab. Muncul rasa benci.
"Jangan bilang siapa-siapa ya, Din."
"Iya. Janji."
Sejak sore itu, saya merasa resah. Kenapa harus Hadi yang menembak Ratih? Saya kemudian membenci mereka; Hadi dan Ratih. Saya yang biasa duduk dengan Hadi, keesokan harinya pindah bangku. Saya memilih duduk dengan Novi, salah satu teman sekelas.
Dan saya menunjukkan ketidaksukaan saya kepada mereka dengan berhenti bersinggungan dengan mereka. Soal apa pun. Rasa benci yang kemudian saya diamkan dalam dada hingga berhari-hari. Namun saya kembali akrab, ketika menyadari jika persahabatan tidak bisa dirusak oleh hal sepele.
***
Bagaimana pengalaman saya di atas, hebatkah? Saya sih yakin ada yang meragukan kalau patah hati saya sebagai patah hati terhebat. Tapi saya harus menegaskan, saya adalah anak kampung, pertama kali mengagumi teman perempuan, dan yang lebih menyakitkan sebenarnya rasa kalah sigap dalam siapa yang dulu-duluan mengungkapkan kata hati. Kondisi pada waktu itu, bagi saya yang serba awam dan tidak mengerti harus berbuat apa, jadi patah hati paling dasyat dan rasa dipecundangi meruntuhkan harga diri. Seharusnya saya, seharusnya saya, saya yang mestinya mengungkapkan perasaan kepada Ratih.
Oke, itu masa lalu. Kalian pasti penasaran dengan kisah selanjutnya, saya-Hadi-Ratih, masa sekarang.
Saya sekarang masih mencari pasangan hidup. Ternyata pengecutnya saya masih terbawa hingga usia sekarang. Bukan sedang curhat ya :) Hadi kerja di Semarang. Ia lulusan jurusan Pertambakan. Belum menikah. Sedangkan Ratih, dia sudah menikah dan sudah punya anak. Dia menikah dengan senior di kampusnya sewaktu kuliah.
Patah hati kedua paling hebat justru dialami Hadi. Ternyata ketika keduanya kuliah, mereka sempat berhubungan. Hadi yang saat kuliah berada di Palembang, sedangkan Ratih di Cirebon, mereka hanya berkomunikasi via handphone. Menurut cerita Hadi, selama mereka berhubungan, tidak ada kata pacaran atau apalah. Sehingga pada satu waktu Hadi datang ke Cirebon dan mau menjadikan hubungan mereka serius, Ratih sudah tunangan dengan orang lain.
Hadi patah hati hebat. Bahkan ia yang biasanya rapi, berubah menjadi apa adanya atau sebut saja, amburadul. Rambut dipanjangkan, pakai baju semaunya dia tanpa lihat momennya apa. Pokoknya, saya dan teman yang lain hanya bisa geleng-geleng kepala.
Pada pernikahan Ratih pun, dia uring-uringan datang. Setelah dipaksa datang, justru pada pernikahan itu, Ratih yang menangis tersedu-sedu. Ada drama, dimana orang tua Ratih memohon pengertian Hadi atas pernikahan Ratih.
Kalian menyadari atau tidak, patah hati yang mungkin biasa saja untuk kalian, bagi saya atau bagi Hadi, bisa menjadi patah hati terparah. Karena pengalaman pertama saya mengagumi perempuan dan ingin menjadikannya pacar, namun tidak kesampaian.
Lalu mengenai bagian ditertawakan dari patah hati ini adalah :
- Kekonyolan saya yang membenci Hadi dan Ratih hanya ditimbulkan karena kekalahan adu cepat-cepatan dalam mengungkapkan perasaan. Dari kejadian ini kemudian saya belajar satu hal, untuk urusan hati, soal cinta mati atau tidak cinta mati, pikirkanlah 5 tahun kemudian ketika mengingat kejadian tersebut. Layak ditertawakan atau tidak. Sampai detik ini pun, saya masih mempertanyakan kebenaran hati saya yang cemburu gara-gara Hadi lebih dulu menembak Ratih.
- Kegalauan parah yang dirasakan Hadi, terlalu dramatis. Lantaran pikirannya yang mengesampingkan prihal takdir jodoh. Seharusnya, sedalam apa pun perasaannya terhadap Ratih, dia harus bisa mengikhlaskannya sebagai bukan takdir jodohnya. Dengan cara itu, kehidupan dia akan kembali pada rute yang semestinya.
Demikian pelajaran patah hati terhebat yang rasanya bisa di-share sebagai pengingat, 'Ada lho orang-orang konyol yang patah hati dan pantas ditertawakan'.
Terima kasih untuk gagasmedia yang memfasilitasi saya mengungkapkan pelajaran hebat dari patah hati terhebat yang pantas tertawakan.
0 komentar:
Posting Komentar