Judul buku: Jodoh
Penulis: Fahd Pahdepie
Penyunting: Ika Yuliana Kurniasih
Perancang sampul: labusiam
Pemeriksa aksara: Achmad Muchtar
Penata aksara: Martin Buczer
Terbit: Februari 2016 (cetakan kelima)
Penerbit: Penerbit Bentang
Tebal buku: viii + 246 halaman
ISBN: 9786022911180
Harga: Rp 54.000 (sebelum diskon, bukabuku.com)
Cinta tak sesederhana kata-kata “aku cinta kamu dan dunia harus mengerti itu”, cinta adalah “aku cinta kamu dan karenanya aku juga harus mengerti dunia di sekelilingmu”. [hal. 199]
Jodoh adalah buku pertama yang saya baca dari penulis
bernama Fahd Pahdepie. Sebelum membeli bukunya, saya beberapa kali mendapati
informasi mengenai buku ini di lini twitter. Berkat itu, penilaian saya
terhadap buku ini lumayan besar.
Saya mengira buku ini akan memberikan gambaran mengenai
Jodoh dengan lebih jelas melalui karakter yang dihadirkan. Di benak saya, buku
ini akan mirip novel religi seperti Ayat-Ayat Cinta. Begitu beberapa bab
pertama saya baca, saya sadar ini bukan novel yang ada di bayangan saya. Dan
sangat mubadzir jika saya harus menghentikan membacanya.
Jodoh ini bercerita tentang Sena yang jatuh cinta pada Keara sejak mereka masuk SD. Cinta yang kadang membuat Sena merasa rindu, sedih, dan merasa harus berjuang, bukan sekedar cinta biasa. Perasaan itu tumbuh semakin subur seiring bertambahnya usia. Namun ternyata penyakit yang diderita Keara sempat membuatnya mempertanyakan, berjodohkah dirinya dengan Keara.
Satu kata yang muncul untuk karakter Sena ketika saya mulai
mengenali sosoknya; pecundang. Ada pergulatan pikiran mengenai pemilihan penulis untuk karakter Sena ini, yang menurut saya sangat melow, tidak dewasa dan terkesan
dipaksakan menjadi ‘soleh’. Pertama, ketika Sena dan Keara melanggar banyak
aturan pesantren. Secara sudut pandang pertama, saya menemukan banyak narasi
yang menunjukkan kalau Sena itu sadar dengan kesalahan yang tengah
dilakukannya. Namun ternyata ia tetap meneruskan kesalahan itu; pacaran. Meski
sudah menerima teguran keras, kesalahan itu diulanginya. Bahkan tambah parah.
Ini yang membuat saya geleng-geleng kepala. Pemilihan memasukkan narasi sosok
soleh untuk menggambarkan sosok yang nakal rasanya sangat bersebrangan.
Kedua, keputusan Sena meninggalkan Keara tahunan dengan
alasan menjaga diri dari dosa. Terlalu mengada-ada mengingat bagaimana ia
pernah memperlakukan Keara sebelumnya. Dan jika sudah menyadari batasan, rasanya
kalau sampai tidak berkomunikasi, tindakan Sena sudah kategori keterlaluan.
Apalagi sampai melarang temannya memberitahukan mengenai keberadaannya.
Tindakan seperti ini lebih pantas jika dilakukan oleh pihak Keara.
Gaya bercerita penulis pun terlalu dibuat indah. Banyak sekali
dialog antara Sena-Keara yang jika di diucapkan lantang menjadi terdengar lucu. Bukan bahasa
orang yang sedang ngobrol atau diskusi. Mungkin maksud penulis agar buku ini bisa lebih menyerap dibaca. Entah ada apa dengan saya yang menganggap gaya menulis Fahd bukan selera saya.
Untuk intisari mengenai judul bukunya sendiri, saya tidak
mendapatkan gambaran mengenai Jodoh itu seperti apa. Menurut saya penulis
membuat penyampaian inti cerita menjadi berbelit-belit dan justru membingungkan
sebenarnya pembaca akan dibawa pada pengertian mengenai Jodoh yang bagaimana. Saya hanya paham jika keduanya mencinta dan sudah memperjuangkan cintanya.
Maaf ya jika saya menuliskan lebih banyak minus-nya. Nah,
untuk kelebihan buku ini justru pada penyampaian pesannya yang sangat dewasa. Saya
menyukai pesan-pesan kebaikan yang diselipkan penulis untuk setiap babak yang
dialami Sena dan Keara. Kovernya pun sangat memikat dan bisa memikat pembaca untuk membeli. Apalagi judulnya "Jodoh" yang kerap membuat sisi sentimen manusia terusik untuk mencari tahu.
Dan menurut saya buku ini pas dibaca untuk pembaca yang
memang ingin tahu Jodoh dalam bentuk yang berbeda. Akhirnya saya memberikan
rating untuk buku ini 2 bintang dari 5 bintang.
Wahh keren juga novelnya nih sudah memasuki cetakan yang kelima
BalasHapusbtw, reviewnya sangat bagus mbak :)
Biar sudah naik cetak lima kali, tapi novel ini belum menjadi kesukaan saya. Mungkin karya lainnya bisa saya sukai. Dan harus diralat ini kalo saya Mas, hehehe
HapusKisah berlatar pesantren ternyata.. Nggak sepenuhnya aneh sih kalau 2 santri itu melanggar aturan pesantren, namanya juga diburu nafsu. Kenyataan kalau cinta sudah merasuk apa saja bisa dilanggar. Karakter Sena bisa dibilang labil ya,huft aku juga kurang suka karakter yang seperti itu. :")
BalasHapusSetting pesantren tidak banyak sebenarnya. Setuju sekali mengenai kelabilan itu. Respect aja nggak jadinya. :)
Hapus