Judul: Marginalia; Catatan Cinta di Pinggir Hati
Penulis: Dyah Rinni
Penyunting: Triani Retno Adiastuti
Proofreader: Dina Savitri Nurhidayah
Penerbit: Penerbit Qanita
Terbit: Februari 2013
Tebal buku: 304 hlm.
ISBN: 9786029225822
Novel
ini bercerita mengenai keajaiban marginalia yang mempertemukan dua orang di
sebuah kafe Marginalia. Marginalia sendiri pengertiannya tulisan pinggir di
samping buku. Dua orang yang saya maksud adalah Drupadi dan Aruna. Aruna
singgah di kafe Marginalia ketika hendak mengembalikan buku puisi Rumi yang
dipinjam Padma. Di buku tersebut terdapat banyak marginalia tulisan Padma.
Sosok Padma sendiri diceritakan sekilas dan menerangkan dia adalah kekasih
Aruna yang sudah meninggal akibat kecelakaan pesawat.
Yang
membuat saya bertanya-tanya adalah maksud keberangkatan Padma ke Paris tidak
diterangkan secara detail. Sebab, kecelakaan itu membuat Aruna merasa sangat
bersalah dan Aruna sempat menyebut dirinya sebagai pembunuh Padma.
Drupadi
mampir di kafe Marginalia lantaran ketidaksengajaan. Ia yang lebih realistis,
tidak percaya keajaiban, ditantang oleh pemilik kafe menuliskan marginalia di
sebuah buku untuk membuktikan keajaiban itu ada.
Marginalia
menjadi perantara keduanya bertemua. Drupadi yang menulis hal buruk di buku
puisi Rumi, dianggap perusakan kenangan Padma, dan membuat Aruna geram. Sempat
terjadi perang marginalia sampai akhirnya mereka bertemu.
Pada
pertemuan pertama ini hal konyol terjadi. Kemarahan Aruna mendadak mencair. Dan
yang membuat saya harus menelan bulat-bulat adalah cinta pada pandangan pertama
yang diungkapkan penulis secara brutal. Sedangkan saya tahu betul luka yang
dialami Aruna bukan luka biasa.
Episode
patah hati hampir memenuhi cerita novel ini. Sebut saja patah hatinya Aruna ketika
Padma meninggal, patah hatinya Aruna ketika Inez tidak memperjuangkannya di
hadapan Ibunya pada masa lalu, patah hatinya Drupadi ketika Eran memilih
perempuan lain padahal dia sudah mati-matian menjadi yang terbaik baginya, dan
patah hatinya Drupadi ketika Adnan akhirnya memilih mengakhiri hubungannya yang
masih belum ada kejelasan. Rasa menderita dan patah hati menjadi ciri khas
marginalia.
Selain
episode patah hati, sebagian besar cerita berkutat pada persaingan Drupadi dan
Inez untuk banyak hal. Persaingan keduanya dimulai sejak kecil. Ibunya Drupadi
menikahi ayahnya yang seorang rocker dan itu membuat level ibunya berbeda
dengan saudara-saudaranya, termasuk ibunya Inez. Sementara keluarga besar
dikenal keningratannya. Stigma tentang rocker yang muncul di keluarga besar
ibunya adalah suka mempermainkan perempuan dan mabuk-mabukan. Stigma kolot
namun untuk sebagian orang masih melekat. Sejak itulah Drupadi selalu ingin
menjadi yang lebih dari Inez. Obsesi dan persaingan tersebut tidak kunjung reda
hingga mereka dewasa. Bahkan untuk urusan pasangan, mereka kerap saling
membandingkan punya siapa yang terbaik.
Tiga
per empat buku, pembaca disuguhi kisah manis Aruna dan Drupadi yang akhirnya
bisa menyelaraskan pandangan mengenai soal hati dan masa lalu. Meskipun
keduanya terpaut usia yang rentangnya lumayan jauh -Dru 32 tahun dan Aruna 27
tahun- tetapi tidak menyurutkan keduanya untuk mencoba bersatu. Lalu menjelang
akhir-akhir buku, konflik semakin meruncing antara Aruna, Drupadi dan Inez.
Ending-nya dibuat sangat melegakan meskipun penggarapannya terlalu dipermudah.
Terutama pada bagian Irwan yang mencoba meyakinkan Inez mengenai kesalahannya,
bagi saya keteguhan Inez untuk mempertahankan pilihannya dibuat sangat lemah
sedangkan usaha sebelumnya untuk memilih pilihannya itu terbilang nekat. Jadi ada yang
tidak konsisten dengan karakter Inez.
Penulis
bercerita menggunakan sudut pandang orang ketiga secara bergantian dari pihak
Aruna dan Drupadi. Kelemahan yang muncul justru pada gaya menulis yang
mengambil sisi dua gender berbeda. Semestinya ada perbedaan mencolok yang bisa
ditangkap pembaca namun untuk saya itu tidak ada. Pada bagian Drupadi, saya
bisa menikmati ceritanya. Sedangkan pada bagian Aruna sang rocker, saya
menyayangkan sekali penulis masih meninggalkan sisi feminim yang masih sangat
terasa. Selain dari narasi, pada dialog pun kerap penulis kecolongan dengan
membuat struktur kalimat atau pemilihan kata yang pas penggunaanya digunakan
oleh tokoh perempuan. Gender Aruna sebagai pria bisa dikatakan hanya
diceritakan oleh penulis, bukan menunjukan. Sehingga hal itu menurunkan rasa pada karakter
Aruna. Kalau harus dibandingkan, tokoh Juna lebih terasa pria-nya berkat narasi
dan dialog yang menurut saya mendekati sosok pria pada umumnya.
“Aisyh!” Aku Jengkel... – Aruna, [161]
Selain
membahas persaingan dan percintaan, ada penggalan novel yang menurut saya
sangat hangat ketika dibaca.
Ibu mengangkat kepalaku dan mencium dahiku dengan hangat. Hanya begitu saja, dan seluruh sakit di jiwaku menjadi reda. [56]
Kelebihan
dari cinta seorang ibu salah satunya adalah menentramkan hati. Banyak hal
sederhana yang dilakukan seorang ibu namun efeknya sangat luar biasa. Ini
menjadi pengingat, sebenarnya kedamaian dapat ditemukan dari kasih sayang
seorang ibu.
Membaca
novel Marginalia menjadi perkenalan saya dengan penulis bernama Dyah Rinni. Dan
mengutip biografi penulis, novel Marginalia ini merupakan novel roman
pertamanya. Saya senang bisa membaca karya Mbak Dyah dan berharap ada pertemuan
dengan karya-karya yang lainnya. Untuk novel Marginalia ini saya merekomendasikan
untuk pembaca buku romance dan untuk pembaca yang susah move on. Akhirnya, saya
memberikan rating 3 bintang dari 5 bintang.
Catatan
novel Marginalia
“Banyak
orang merasa sayang mencorat-coret buku mereka, tetapi menurut saya kebanggaan
terbesar sebuah buku adalah saat seseorang mengambilnya dari sekian banyak buku
yang ada, membacanya dengan sepenuh hati, menekuk ujung halamannya,
meninggalkan marginalia di samping tulisan yang sudah ada, kemudian melanjutkan
kepada manusia lain. Itulah saat sebuah buku menjadi hidup karena kemudian
mereka akan menciptakan keajaiban.” [22]
...
saat kita mencintai seseorang, kit a tidak perlu mencintainya 100%. Cintailah
dia 70% dan bangun sisanya setelah menikah. [50]
...cinta
sejati kita adalah lawan jenis pertama yang kita lihat saat kita lahir.[176]
...
perempuan adalah belahan jiwa laki-laki, bukan taman bermain. [184]
Dan
saat manusia tengah bercerita tenang rahasianya, memperlihatkan lukanya, saat
itu juga manusia tengah memperlihatkan jiwanya yang paling murni. [215]
Apa
yang lebih menghancurkan daripada kebencian dalam hati manusia? Kebencian
membuatmu buta. Kebencian membuatmu melakukan hal yang tidak terbayangkan,
memakanmu dari dalam tubuh, mengubah jiwamu menjadi monster.[258]
Hanya
pecinta sejati yang rela berkorban demi cinta. Cinta tidak hanya berani
memiliki, namun juga berani melepaskan.[269]
Tema patah hati itu biasanya jadi 'gong'nya satu alur biar dramatisnya dapet ya, maksnya ga afdol klo ga ada bagian itu
BalasHapusBtw penokohannya banyak ngambil nsma2 wayang euy
Iya. Cerita patah hati gampang banget bikin perasaan hanyut. Untuk penokohan memang mengambil nama wayang. Karena perjuangannya sedikit banyak mengambil inspirasi dari kisah Arjuna dan Drupadi itu.
HapusWah headernya ganti font ya din
BalasHapusIya. Enggak tau nih belum ada yang bener-bener sreg.
HapusSudut pandang orang ketiga bergantian dari dua pihak? Apakah mungkin maksudnya sudut pandang orang pertama yakni "aku" si Aruna dan Drupadi ya?
BalasHapusIya.. maksudnya itu. Apa sy menyebutnya keliru ya?
Hapus