[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]
Judul: Makhluk Bumi
Penulis: Sayaka Murata
Penerjemah: Pegy Permatasari
Editor: Kartika E.
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Terbit: Februari 2025
Tebal: 264 hlm.
ISBN: 9786020681900
Tag: psikologi, pelecehan seksual, drama, jepang
Sinopsis
Waktu usianya 5 tahun, Sasamoto Natsuki mengaku dirinya penyihir sejak bertemu boneka landak yang dinamai Pyut, polisi sihir dari Planet Pohapipinpobopia. Khayalannya itu justru didukung oleh sepupunya, Yuu. Yuu merasa dirinya juga adalah alien. Natsuki dan Yuu memutuskan berpacaran dan itu jadi motivasi menyenangkan untuk kunjungan rutin tiap tahun ke rumah nenek, Rumah Akishina, di atas pegunungan. Sampai akhirnya sebuah kejadian membuat orang-orang sekitarnya memisahkan mereka.
Natsuki dewasa dinikahi Tomomi dengan konsep pernikahan aneh, tanpa sentuhan dan pengalihan dari tuntutan masyarakat. Setelah menikah, kali ini dituntut untuk memiliki anak. Natsuki merasa cocok dengan Tomomi karena cara berpikir yang sama. Tomomi juga merasa dirinya berasal dari Planet Pohapipinpobopia.
Ide untuk kembali mengunjungi Rumah Akishina membuka wawasan baru dan liar tentang peran mereka di Bumi. Natsuki, Tomomi, dan Yuu bertualang lebih hebat dan mengerikan demi tidak terjebak sebagai makhluk bumi. Mereka yakin mereka bukan makhluk bumi.
Resensi
Saya kenal karya Sayaka Murata dari novel Convenience Store Woman atau Gadis Minimarket. Novel yang mendalami sisi kejiwaan wanita dewasa dengan menggabungkan isu-isu perempuan yang umum ditemui di masyarakat. Buku kumpulan cerpen karya penulis yang judulnya Upacara Kehidupan juga sudah sempat dibaca tapi belum selesai karena temanya yang lumayan berat. Dan begitu novel ini diumumkan saya sudah mengantisipasi penerbitannya karena penasaran kali ini akan membahas isu apa lagi.
Dunia Anak Dan Kerentanannya
Dua bab pertama menceritakan tentang Natsuki dan Yuu waktu masih kecil, usia sekitar 5 tahunan. Saya sudah menduga di awal kalau pengakuan Natsuki sebagai penyihir dan pertemanannya dengan Pyut hanya khayalan saja. Saya maklum sebab anak-anak kadang punya teman khayalan dan imajinasi mereka tidak terbatas. Saya cukup terhibur dengan dunia yang diciptakan Natsuki dan Yuu tentang Planet Pohapipinpobopia.
Sayangnya, beberapa orang tua meremehkan imajinasi anak-anak dan justru tegas menolak kebiasaan mereka. Cap anak tidak berguna dan suka ngomong sembarangan membuat mental anak tertekan. Ini kesalahan besar orang tua, harusnya mereka mencoba memahami perkembangan otak anak dan membantu menanamkan pendidikan karakter karena usia anak-anak adalah usia emas.
Kecolongan bahaya besar dicontohkan oleh orang tua Natsuki dalam novel ini. Natsuki mengalami pelecehan oleh guru lesnya: suka meraba tubuhnya, memintanya mempraktikan mengganti pembalut di depannya, dan sampai mengajarkannya cara mengulum. Natsuki sadar kalau gurunya aneh dan dia pun mengadukan itu kepada ibunya. Yang bikin saya marah karena respon ibunya begini, "Apanya yang aneh? Bukannya kau hanya dimarahi karena tidak becus?" (hal. 57). Saya kesal sekali pas baca bagian ini.
Saya jadi paham, bahaya terbesar buat anak-anak adalah memiliki orang tua yang tidak peka dan tidak mau memahami anak. Usia anak-anak begitu rentan dirusak oleh orang dewasa. Harusnya orang tua berperan sebagai tameng pelindung. Jika peran itu tidak jalan, anak-anak akan jadi korban, mental mereka dirusak dan traumanya akan dibawa sampai dewasa. Cara asuh salah bisa jadi lingkaran setan yang tidak ada putusnya untuk keturunan mereka selanjutnya.
Contoh cara asuh salah pada anak bisa kita jumpai di sekitar kita. Misalnya keputusan orang tua memberi ponsel untuk anak yang rewel, mengerdilkan usaha anak saat gagal, memberi cap jelek pada anak dan jarang mengajak anak untuk berbincang dengan alasan sibuk.
Tuntutan Orang Dewasa Yang Makin Menuntut
Dalam novel ini juga disinggung tentang ribetnya jadi orang dewasa. Awalnya ditanya mana pacarnya. Setelah sering melihat berduaan, ditanya lagi kapan mau nikah. Nikah sudah, ditanya kapan punya anak. Anak pertama udah gedean dikit, giliran ditanya kapan punya adik buat si kakak. Belum lagi ditanya soal kekayaan seperti rumahnya mana dan mobilnya apa.
Natsuki pun mengalami pertanyaan soal kapan punya anak. Untuk menjawabnya memang membingungkan karena pernikahan Natsuki dan Tomomi bisa dibilang rekayasa agar keduanya selamat melewati pertanyaan kapan menikah. Pernikahan mereka sudah disepakati tidak ada seksual, bahkan kamar mereka pun masing-masing padahal tinggal seatap. Jadi jangan harap bakal ada anak kalau mereka tidak pernah sekali pun melakukan intim.
Cerita Psikologi Yang Mengejutkan
Semakin ke belakang, cerita di novel ini makin seru walaupun tipikal cerita yang absurd. Mungkin dari ilmu psikologi ada istilah untuk orang dewasa yang masih percaya dengan kayalan waktu kecilnya. Natsuki, Tomomi, dan Yuu semakin tidak terkendali dengan hidupnya setelah mereka kembali ke rumah Akishina. Dan karena mereka merasa bukan makhluk bumi melainkan makhluk dari Planet Pohapipinpobopia, mereka mempraktikan hidup ala-ala survival.
Hubungan dengan dunia luar diputus, untuk makan mereka mencuri dari kebun dan rumah di sekitar, tidur di tumpukan futon, beraktifitas dalam kondisi telanjang, bergerak dengan merangkak, dan mereka menyangkal soal pentingnya memenuhi hasrat seksual yang muncul. Yang lebih mengerikan, mereka menganggap kalau makhluk bumi adalah lawan. Ada kejadian mereka membunuh orang dan jasadnya mereka santap karena sedang kekurangan bahan makanan. Lebih gila lagi, ada percakapan jika persediaan daging manusia sudah habis, mereka saling menyerahkan diri untuk disantap. Untuk tahu mana yang lebih enak, mereka saling mencicipi dengan menggigit secara bergiliran.
Simpulan
Dibandingkan dengan novel Gadis Minimarket, novel ini punya cerita yang lebih suram. Sisi psikologi manusia digali lebih dalam dan liar karena membahas kenormalan manusia di masyarakat. Walau begitu, ceritanya tidak akan memberi pengaruh ke psikologi pembaca. Paling poin pelecehan seksual dengan korban anak-anak akan membuat pembaca mengumpat kesal ke pelaku.
Sekian ulasan untuk novel Makhluk Bumi. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!
0 komentar:
Posting Komentar