Judul: Semalam Di Kereta Bima Sakti
Penulis: Miyazawa Kenji
Penerjemah: Armania Bawon Kresnamurti
Ilustrasi sampul dan isi: Pola
Penerbit: Mai
Terbit: Desember 2022, cetakan pertama
Tebal: 114 hlm.
ISBN: -
Setelah kemarin bisa membaca buku cerita Rumah Pohon Kesemek karya Tsuboi Sakae yang ceritanya sangat ringan, kini saya juga membaca buku tipis dari Penerbit Mai lagi; Semalam Di kereta Bima Sakti. Sampul novel ini tuh cantik banget. Karena membawa kata 'Bima Sakti', ilustrasi sampulnya pun berlatar ruang angkasa yang dipenuhi bintang-bintang membentuk rasi. Tapi apakah cerita di dalam buku ini secantik sampulnya?
Novel Semalam Di Kereta Bima Sakti ini menceritakan anak laki-laki bernama Giovanni yang disisihkan oleh teman-teman sekolahnya. Dia juga merasa jauh dengan teman dekatnya, Campanella. Dan pada suatu malam saat digelar Festival Bima Sakti, Giovanni mau mengambil susu untuk makan malam ibunya, justru bertemu dengan teman-teman sekolahnya dan tak bisa menghindar jadi bahan ejekan. Ia pun melarikan diri menaiki Bukit Hitam.
Sebuah kejadian aneh menimpanya. Ia yang diserang cahaya putih, merasa silau, dan saat membuka mata justru ia sudah duduk di bangku dalam kereta. Giovanni tidak sendiri, Campanella ikut juga. Perjalanan keduanya melintasi angkasa di tengah Bima Sakti dimulai.
Unsur fantasinya di novel ini sangat terasa. Memadukan perjalanan kereta dengan luar angkasa saja sudah jadi ide yang menakjubkan. Namun penggambaran peristiwa perjalanan ini buat saya masih sulit dibayangkan. Banyak sekali detail yang di luar nalar. Misalnya, air sungai yang sangat bening tapi bukan bentuknya air. Taman bunga yang bunga-bunganya memancarkan sinar warna-warni. Deretan menara segitiga yang punya lampu. Jujur, saya tidak bisa membayangkan sebagus apa latar yang diciptakan penulis. Harapan saya, baiknya buku ini menyisipkan ilustrasi bergambar dengan warna-warni. Ini pasti akan membantu banget pembaca menyelami kedalaman cerita ajaib soal luar angkasanya.
Ada penekanan kalau Giovanni dan Campanella adalah teman dekat. Di awal cerita sudah dikondisikan kalau keduanya mulai menjauh. Ada cerita apa di balik kerenggangan mereka ini yang masih kurang saya dapatkan. Secara posisi keduanya jadi bersebrangan. Giovanni jadi anak yang pendiam dan korban perundungan, sedangkan Campanella ikut gerombolan perundung walaupun dia tidak ikut merundung secara langsung. Mungkin karena keringkasan ceritanya akibat naskah aslinya sendiri yang masih mentah, jadi konflik antara Giovanni dan Campanella tidak tereksplorasi dengan utuh.
Perjalanan di dalam kereta menuju Bima Sakti bisa dibilang simbol perjalanan menuju akhirat. Gio dan Campa sempat bertemu dengan seorang pemuda yang mendampingi anak laki-laki dan perempuan yang rambutnya basah. Dari cerita si pemuda tadi, mereka adalah korban kapal tenggelam. Bagian ini terasa memilukan sih. Pada perhentian di Salib Selatan ada dialog penegasan soal akhirat ini: "Tapi kami harus turun di sini," kata Kaoru dengan sedih. "Kalau mau ke surga, kami harus turun di sini." (hal. 93).
Untuk akhir ceritanya pun bagi saya sudah cukup baik. Setidaknya perjalanan yang dilakukan Giovanni dan Campanella menjadi isyarat alam semesta dan Tuhan, dan pembaca jadi tahu kenapa perjalanan ke Bima Sakti seabsurd itu. Walau pun pada penutupannya diakhiri dengan agak 'kentang' sebab membuyarkan kesedihan yang harusnya di momen itu terasa memilukan.
Sama seperti buku Rumah Pohon Kesemek, di novel ini pun ada beberapa ilustrasi menarik yang mewakili dari penggalan ceritanya. Andai saja ilustrasinya berwarna, pasti akan lebih menarik.
Kesimpulannya, buku ini menarik secara garis besar ceritanya, tapi jika harus menghanyutkan diri ke dalam perjalanan yang dilakukan kedua tokoh utamanya, saya pasti memilih nanti saja. Makna cerita yang ingin disampaikan penulis bisa saya pahami namun buku ini bukan bacaan yang mengesankan bagi saya. Sorry.
Sekian ulasan saya untuk novel Semalam Di Kereta Bima Sakti karya Miyazawa Kenji. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku ya!
0 komentar:
Posting Komentar