Resensi Novel A Man Called Ove (Pria Bernama Ove) - Fredrik Backman

[ Ulasan di bawah ini adalah kesan pribadi saya setelah membaca bukunya. Semua poin berdasarkan penilaian sendiri sesuai selera pribadi. Terima kasih. ]


Judul: A Man Called Ove (Pria Bernama Ove)

Penulis: Fredrik Backman

Penerjemah: Lulu Wijaya

Editor: Tanti Lesmana

Sampul: Martin Dima

Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama

Terbit: Februari 2022

Tebal: 384 hlm.

ISBN: 9786020657899


Novel A Man Called Ove atau Pria Bernama Ove mengisahkan pria 59 tahun yang kolot, penggerutu, dan suka marah-marah. Perpaduan sikapnya ini yang membuat orang-orang di sekitarnya enggan bersinggungan karena mereka tidak paham dengan apa yang sedang dialami dan dirasakan Ove sebenarnya.

Enam bulan lalu Ove kehilangan istrinya, Sonja, akibat kanker. Dunianya runtuh karena hanya Sonja yang memahaminya selama ini. Dan pada suatu hari Senin, Ove dipensiunkan dari pekerjaannya karena faktor usia. Hari Selasa besoknya Ove tidak tahu harus melakukan apa. Selama ini dia terbiasa dengan rutinitas dan ketika harus berhenti kerja ia kebingungan akan melakukan apa.

Ove memutuskan bunuh diri untuk menyusul Sonja tetapi aksinya selalu gagal. Caranya dengan gantung diri, mengunci diri di garasi dengan mesin mobil dinyalakan, dan menggunakan senapan milik ayah Sonja. Ia makin kesal karena pertemuan dengan Sonja makin meleset. Ditambah kehadiran pasangan Patrick dan Parvaneh serta dua putrinya yang semakin hari semakin merecoki hari-harinya.

Kedatangan Parvaneh menyeret Ove ke dalam masalah orang-orang di sekitar rumahnya. Walau dengan gerutuan dan marah-marahnya, Ove tetap bersedia membantu siapa pun.

***

Novel ini berisi drama kehidupan seorang kakek yang ingin bunuh diri tapi gagal terus. Ia justru terlibat dengan masalah tetangganya. Ove harus membantu memarkirkan kontener yang dibawa Patrick. Ove harus membantu membereskan radiator milik pasangan Rune dan Anita. Ove harus mengantar Parvaneh ke rumah sakit saat Patrick jatuh dari tangga. Ove harus menyelamatkan kucing liar yang beku karena salju. Ove harus mengantar Jimmy ke rumah sakit yang alergi kucing. Ove harus membantu membetulkan sepeda  milik gebetan Adrian. Ove harus menampung sementara Mirsad yang sedang bertengkar dengan ayahnya. Dan tugas besarnya adalah Ove harus melawan pemerintah daerah yang akan memisahkan Rune dari Anita dengan alasan kesehatan. Rune akan dimasukan ke panti jompo karena Anita dianggap tidak bisa mengurus suaminya itu.

Yang bikin kisahnya menarik karena kita akan melihat bagaimana reaksi Ove si pemarah dan penggerutu ketika menghadapi masalah tetangga-tetangganya itu. Ove begitu kolot dan keras kepala. Jadi siapa pun yang bersinggungan dengannya yang harus memaklumi reaksi Ove. Terkadang Ove jadi begitu jujur, bahkan ketika ia menyebut Mirsad dengan sebutan 'bencong' di depan ayahnya. Pada momen ini Parvaneh sampai bingung mencegah ucapan ceplas-ceplos Ove.

Saya suka dengan karakter Ove karena dia hanya mengenal warna hitam dan putih atau benar dan salah. Dia tipikal pria yang memiliki prinsip hidup yang kuat, kemudian ia praktikan dalam kehidupan sehari-hari dan juga alam urusan asmara. Karakternya benar-benar menginspirasi saya untuk terus melakukan perubahan diri ke arah lebih baik. 



Berikut beberapa prinsip yang dimiliki Ove:

Zaman sekarang, semuanya serba pinjaman, semua orang tahu cara hidup orang-orang lain (hal. 16) Prinsip Ove untuk tidak mempunyai hutang memang patut ditiru. Ove orang yang mendahulukan kebutuhan dan fungsi tidak tertarik dengan sesuatu yang menurutnya buang-buang uang. Ini selaras dengan sindiran berikut, orang-orang zaman sekarang sudah tidak punya benda-benda berguna. Orang cuma punya tetek bengek (hal. 19).

Tetapi di rumah Ove, makanan tidak boleh dibuang-buang (hal. 30). Khusus yang ini bikin saya sadar kalau saya selama ini sering membuang makanan dan dengan entengnya berdalih sudah kenyang. Padahal sebaiknya kita tahu kapan harus makan dan seberapa porsi yang bisa kita habiskan sehingga tidak ada makanan yang dibuang.

Orang dibentuk oleh apa yang mereka perbuat. Bukan apa yang mereka katakan (hal. 93). Ove yang tipikal pria pendiam, seperti ayahnya, dikenal pekerja keras. Hasil pekerjaannya bagus dan orang mengenal Ove dan ayahnya karena prinsip ini. Saya seperti diingatkan untuk bekerja lebih baik agar menghasilkan hasil yang terbaik. Bukan banyak omong untuk membanggakan diri atau membesar-besarkan apa yang sudah kita lakukan. Suatu pekerjaan, bila dilakukan dengan baik, mendatangkan kepuasaan yang cukup (hal. 105).

Sebab dalam hidup setiap orang ada waktunya untuk memutuskan akan menjadi orang macam apa: orang yang membiarkan orang lain menindasnya, atau tidak (hal. 128). Yup, kita seharusnya memang menyadari kita mau jadi orang yang bagaimana. Sehingga apa yang kita lakukan akan tertuju ke tujuan itu. Tapi saya yakin siapa pun ingin jadi versi terbaiknya. Tapi kita harus menjabarkan dengan lugas, versi terbaik yang bagaimana. Gara-gara penggalan kalimat ini, saya pun menuliskan ulang versi terbaik yang ingin saya punya dan masa depan yang bagaimana yang ingin saya lalui. Buat teman-teman juga kayaknya ini momen yang tepat untuk melihat lagi kita mau jadi apa, momen untuk membaca diri lebih dalam lagi. Setiap manusia harus tahu apa yang diperjuangkannya (hal. 234).

Sikap dermawan akan kita dapatkan dari karakter Sonja. Ketika orang memberi orang lain, bukan hanya si penerima yang diberkati. Si pemberi juga (hal. 214). Sudah banyak yang bahas kalau memberi itu perbuatan yang membuat kita jadi lebih baik. Ada sensasi spiritual yang hanya bisa dirasakan ketika kita melakukannya. 

Semua orang ingin menjalani hidup bermartabat; hanya saja martabat itu memiliki arti yang berbeda bagi orang-orang yang berbeda (hal. 308). Martabat Ove adalah harus mandiri semasa muda karena haknya untuk tidak mengandalkan orang lain setelah dewasa. Keren! Lalu saya bener-bener malu, martabat apa yang saya miliki dalam hidup ini. Saya ternyata tidak pernah memikirkan soal ini, padahal penting.

Saya suka dengan penceritaan penulis yang menceritakan semua sisi kehidupan Ove sejak ia kecil hingga jadi kakek-kakek. Ove yang begini karena ada kejadian masa lalu yang membentuknya. Peran ayahnya pun memiliki andil besar. Saya paling terharu ketika Ove diajari untuk berlaku jujur tapi jangan jadi orang yang suka mengadukan orang lain. Ove dan ayahnya adalah sosok pria langka di zaman sekarang.

Di novel ini kita juga bisa belajar bagaimana membuat kisah cinta yang romantis dan abadi. Ove dan Sonja bukan pasangan yang serasi di mata orang lain tetapi keduanya paham orang seperti apa yang mereka butuhkan untuk bahagia. Dan saya begitu terharu ketika Ove mengambil hati ayah Sonja yang sama kakunya dengannya. Begitu gentle dan manis. Ove beruntung mendapatkan Sonja, dan Sonja pun beruntung memiliki Ove. Bukankah cinta harus bentuknya begini, sama-sama beruntung memiliki satu sama lain?

Alur novel ini mencampurkan alur maju dan alur mundur. Cara ini dipakai untuk mengulik secara rinci kehidupan Ove. Dan secara penerjemahan, saya begitu menikmatinya karena begitu bagus. 

Saya sangat merekomendasikan novel ini dibaca siapa pun sebagai pengingat kalau kita itu harus punya karakter yang tebal. Maksudnya kita harus bisa dikenali orang berkat karakter kita. Sehingga jika kita meninggal nanti, akan banyak orang yang merasa kehilangan dan akan banyak orang yang berterima kasih telah bertemu kita. Dan novel ini punya akhir cerita yang mengharukan, sama mengharukan dengan filmnya. 

Yup, novel ini sudah difilmkan pada tahun 2015 dengan judul sama, A Man Called Ove, versi Swedia. Dan tahun 2022 kembali dibuat filmnya dengan judul A Man Called Otto yang dibintangi Tom Hanks.


2015

2022

Sekian ulasan saya untuk novel A Man Called Ove atau Pria Bernama Ove ini. Terakhir, jaga kesehatan dan jangan lupa membaca buku!



4 komentar:

  1. Kalo gak salah, bukunya udah pernah diterbitkan sama Mizan grup ya sebelum diterbitkan ulang oleh Gramedia? Soalnya dulu pernah masuk ke to-be read di iPusnas, tapi sampai sekarang belum sempat baca 😅

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Kak, awalnya terbit di Penerbit Mizan. Saya juga kaget dengan sampul yang ini, eh ternyata pindah rumah.

      Hapus
  2. Aha, aku belum baca bukunya tapi sudah nonton filmnya. hal yang paling melekat di ingatan adalah bagaimna kakunya karakter si Ove, tetapi dengan karakter sekaku dan saklek itu, akhirnya bisa juga luluh oleh sekelilingnya. interaksinya dengan tetangga hangat dan itu benar benar membekas cukup lama

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya, Kak, kekakuannya berangsur-angsur mencair dan perubahan ini yang bikin orang-orang di sekitarnya semakin sayang dengan sosok Ove.

      Hapus